Welcome to My Blog

Welcome to Ard.Fatima's Website

Wednesday, September 29, 2010

Syahdan, Khalifah Harun al-Rasyid marah besar pada sahibnya yang karib dan setia, yaitu Abu Nawas. Ia ingin menghukum mati Abu Nawas setelah menerima laporan bahwa Abu Nawas mengeluarkan fatwa: tidak mau ruku’ dan sujud dalam salat. Lebih lagi, Harun al-Rasyid mendengar Abu Nawas berkata bahwa ia khalifah yang suka fitnah! Menurut pembantu-pembantu-nya, Abu Nawas telah layak dipancung karena melanggar- syariat Islam dan menyebar fitnah. Khalifah mulai terpancing. Tapi untung ada seorang pembantunya yang memberi saran, hendaknya Khalifah melakukan tabayun (konfirmasi) dulu pada Abu Nawas.

Abu Nawas pun digeret menghadap Khalifah. Kini, ia menjadi pesakitan. ”Hai Abu Nawas, benar kamu berpendapat tidak ruku’ dan sujud dalam salat?” tanya Khalifah dengan keras.

Abu Nawas menjawab dengan tenang, ”Benar, Saudaraku.”

Khalifah kembali bertanya dengan nada suara yang lebih tinggi, ”Benar kamu berkata kepada masyarakat bahwa aku, Harun al-Rasyid, adalah seorang khalifah yang suka fitnah?”

Abu Nawas menjawab, ”Benar, Saudara-ku.”

Khalifah berteriak dengan suara menggelegar, ”Kamu memang pantas dihukum mati, karena melanggar syariat Islam dan menebarkan fitnah tentang khalifah!”

Abu Nawas tersenyum seraya berkata-, ”Saudaraku, memang aku tidak menolak bahwa aku telah mengeluarkan dua pendapat tadi, tapi sepertinya kabar yang sampai padamu tidak lengkap, kata-kataku dipelintir, dijagal, seolah-olah aku berkata salah.”

Khalifah berkata dengan ketus, ”Apa maksudmu? Ja-ngan membela diri, kau telah mengaku dan mengatakan kabar itu benar adanya.”

Abu Nawas beranjak dari duduknya dan menjelaskan dengan tenang, ”Saudaraku, aku memang berkata ruku’ dan sujud tidak perlu dalam salat, tapi dalam salat apa? Waktu itu aku menjelaskan tata cara salat jenazah yang memang tidak perlu ruku’ dan sujud.”

”Bagaimana soal aku yang suka fitnah?” tanya Khalifah.

Abu Nawas menjawab dengan senyuman, ”Kala itu, aku sedang menjelaskan tafsir ayat 28 Surat Al-Anfal, yang berbunyi ketahuilah bahwa kekayaan dan anak-anakmu hanyalah ujian bagimu. Sebagai seorang khalifah dan seorang ayah, kamu sangat menyukai kekayaan dan anak-anakmu, berarti kamu suka ’fitnah’ (ujian) itu.” Mendengar penjelasan Abu Nawas yang sekaligus kritikan, Khalifah Harun al-Rasyid tertunduk malu, menyesal dan sadar.

Rupanya, kedekatan Abu Nawas dengan Harun alRa-syid menyulut iri dan dengki di antara pembantu-pembantunya. Abu Nawas memanggil Khalifah dengan ”ya akhi” (saudaraku). Hubungan di antara mereka bukan antara tuan dan hamba. Pembantu-pembantu khalifah yang hasud ingin memisahkan hubungan akrab tersebut de-ngan memutarbalikkan berita.

http://www.facebook.com/#!/ard.fatima
Pada suatu hari, Sultan Harun al-Rasyid memanggil Abu Nawas menghadap ke Istana. Kali ini Sultan ingin menguji kecerdikan Abu Nawas. Sesampainya di hadapan Sultan, Abu Nawas pun menyembah. Dan Sultan bertitah, “Hai, Abu Nawas, aku menginginkan enam ekor lembu berjenggot yang pandai bicara, bisakah engkau mendatangkan mereka dalam waktu seminggu? Kalau gagal, akan aku penggal lehermu.

“Baiklah, tuanku Syah Alam, hamba junjung tinggi titah tuanku.”

Semua punggawa istana yang hadir pada saat itu, berkata dalam hati, “Mampuslah kau Abu Nawas!”

Abu Nawas bermohon diri dan pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, ia duduk berdiam diri merenungkan keinginan Sultan. Seharian ia tidak keluar rumah, sehingga membuat tetangga heran. Ia baru keluar rumah persis setelah seminggu kemudian, yaitu batas waktu yang diberikan Sultan kepadanya.

Ia segera menuju kerumunan orang banyak, lalu ujarnya, “Hai orang-orang muda, hari ini hari apa?”

Orang-orang yang menjawab benar akan dia lepaskan, tetapi orang-orang yang menjawab salah, akan ia tahan. Dan ternyata, tidak ada seorangpun yang menjawab dengan benar. Tak ayal, Abu Nawas pun marah-marah kepada mereka, “Begitu saja kok anggak bisa menjawab. Kalau begitu, mari kita menghadap Sultan Harun Al-Rasyid, untuk mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya.”

Keesokan harinya, balairung istana Baghdad dipenuhi warga masyarakat yang ingin tahu kesanggupan Abu Nawas mambawa enam ekor Lembu berjenggot.

Sampai di depan Sultan Harun Al-Rasyid, ia pun menghaturkan sembah dan duduk dengan khidmat. Lalu, Sultan berkata, “Hai Abu Nawas, mana lembu berjenggot yang pandai bicara itu?”

Tanpa banyak bicara, Abu Nawas pun menunjuk keenam orang yang dibawanya itu, “Inilah mereka, tuanku Syah Alam.”

“Hai, Abu Nawas, apa yang kau tunjukkan kepadaku itu?”

“Ya, tuanku Syah Alam, tanyalah pada mereka hari apa sekarang,” jawab Abu Nawas.

Ketika Sultan bertanya, ternyata orang-orang itu memberikan jawaban berbeda-beda. Maka berujarlah Abu Nawas, “Jika mereka manusia, tentunya tahu hari ini hari apa. Apalagi jika tuanku menanyakan hari yang lain, akan tambah pusinglah mereka. Manusia atau hewan kah mereka ini? “Inilah lembu berjenggot yang pandai bicara itu, Tuanku.”

Sultan heran melihat Abu Nawas pandai melepaskan diri dari ancaman hukuman. Maka Sultan pun memberikan hadiah 5.000 dinar kepada Abu Nawas.

http://www.sufiz.com/kisah-abu-nawas/abu-nawas-dan-kisah-enam-ekor-lembu-yang-pandai-bicara.html
Ada seorang wanita yang bernama Ling-ling, ia merupakan istri dari Aloy, seorang pria yang hidup mapan, dan mempunyai seorang ibu. Ling-ling, merupakan seorang istri yang baik. Namun ia merasakan bahwa mertuanya, ibu dari suaminya Aloy, sangat tidak menyukainya. Ia merasakan bahwa apapun yang ia lakukan salah di hadapan mertuanya. Ling-ling merasa bahwa mertuanya ini sangat tidak menyenangkan. Ia merasakan bahwa ia tidak dapat cocok dengan ibu mertuanya. Kepribadian mereka berbeda. Ling-ling merasa dikritik terus oleh mertuanya ini. Waktu berjalan, hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, Ling-ling merasa sudah tidak nyaman lagi dengan mertuanya ini.

Walau tidak terjadi pertengkaran mulut, namun suasana saling diam itu berlangsung antara Ling-ling dan mertuanya. Suasana ini juga membuat Aloy menjadi serba salah dan tidak tenang.

Akhirnya Ling-ling merasa tidak tahan lagi dengan sikap mertuanya, dan memutuskan untuk mengambil tindakan.

Ling-ling akhirnya memutuskan menemui Mr.Li, sahabat baik ayahnya, yang punya usaha pengobatan tradisional Cina. Ia berkeluh kesah, menceritakan segala keburukan sikap mertuanya yang dirasakannya, dan berharap agar Mr.Li mau memberikannya sebuah racun untuk mertuanya ini agar semua keributan dan ketegangan dapat hilang.

Mr.Li diam sejenak mendengarkan semua ucapan Ling-ling, kemudian dia berkata,”Oke, saya akan membantu kamu. Saya akan memberikan sebuah racun yang ampuh buat mertuamu. Racun yang membunuh perlahan-lahan, jadi tidak mendadak, agar tidak menimbulkan kecurigaan orang-orang. Racun ini akan bekerja setahun, jadi kalau mulai dipakai, setahun kemudian orang yang memakan racun ini akan mati. Nah, kamu harus melakukan apa yang saya sarankan, kamu bersedia?”

“Ya,..saya bersedia Mr.Li. Saya akan melakukan apapun agar ketegangan yang ada selama ini bisa hilang,”jawab Ling-ling.

“Oke. Kamu masakkan makanan yang enak-enak buat mertuamu itu, dan campurkan racun ini di setiap hari masakan kamu, jadi racun ini bekerja sedikit demi sedikit. Nah, untuk tidak menimbulkan kecurigaan orang-orang pada waktu ia meninggal, kamu harus bersikap baik dan bertindak ramah terhadap mertuamu itu. Janganlah berdebat dengannya, taati kata-katanya, perlakukan dia seperti kamu memperlakukan ayah ibumu dulu,”jelas Mr.Li pada Ling-ling.

“oke. saya akan lakukan apa yang Mr.Li sarankan,”jawab Ling-ling sambil menerima racun itu. Lantas ia pun pulang ke rumah dengan berseri-seri.

Ia pun melakukan apa yang diperintahkan Mr.Li. Ia setiap harinya memasakkan makanan-makanan enak buat mertuanya, dan bersikap baik dan ramah pada mertuanya. Ia pun menghindari perdebatan dengan mertuanya. Ia belajar mengendalikan emosinya, menghormati mertuanya, agar orang-orang tidak curiga padanya nanti.

Hari demi hari berlalu, minggu demi minggu berlalu, bulan demi bulan berlalu. Ling-ling bersikap baik pada ibu mertuanya, melayani dengan baik, memasakkan makanan yang enak setiap harinya, dan tidak berdebat lagi. Ia sudah belajar mengendalikan emosinya, memperlakukan ibu mertuanya seperti ibunya sendiri.

Sepuluh bulan berlalu. Rumah yang biasanya penuh ketegangan dan keributan, menjadi damai dan tenang. Tidak pernah lagi terdengar cekcok antara Ling-ling dan mertuanya. Sekalipun ada perbedaan pendapat, Ling-ling tidak lagi berdebat dengan mertuanya, yang sekarang kelihatan jauh lebih ramah, baik, enak diajak ngobrol dan mudah ditemani. Semuanya berubah.

Sikap ibu mertua berubah jauh dirasakan Ling-ling. Mertuanya dirasakan sangat baik dan mempunyai kepribadian yang ternyata menyenangkan, sama seperti ibunya Ling-ling. Mertuanya pun terus bercerita pada teman-temannya bahwa Ling-ling adalah menantu yang baik. Hubungan mereka berjalan seperti layaknya seorang ibu dan anak.

Memasuki bulan ke-11, Ling-ling merasa gelisah. Ia merasa berdosa besar telah memberikan racun pada mertuanya yang ternyata berhati baik dan mempunyai kepribadian menyenangkan pada dirinya. Ia bergegas menemui Mr.Li untuk minta pertolongan.

“Mr.Li…tolonglah saya. Saya merasa berdosa sekali terhadap ibu mertua saya. Saya telah memberikan racun yang dulu saya minta, selama 11 bulan berjalan ini. Ibu mertua saya ini baik sekali dan menghargai semua pendapat-pendapatku. Saya mohon agar Mr.Li dapat memberikan penawar buat racun yang sudah saya berikan ini.. Saya mohon… Saya tidak ingin ibu mertua saya meninggal… Saya mohon..tolong berikan penawarnya…” Pinta Ling-ling pada Mr.Li.

Mr.Li hanya tersenyum, “Ling-ling, kamu tidak usah khawatir. Saya tidak pernah memberimu racun agar kamu berikan pada ibu mertuamu. Yang saya berikan dulu dan kamu campurkan ke dalam masakanmu itu adalah vitamin. Satu-satunya racun yang pernah ada adalah di dalam pikiran dan sikapmu terhadapnya. Tapi semuanya sekarang sudah lenyap berkat kasih sayang yang engkau berikan pada ibu mertuamu..

http://www.antonhuang.com/cerita-motivasi-cerita-hikmah-racun-penyembuh/

Tuesday, September 28, 2010

Nikah (marriage) is a Sunnah and a natural need as well. Islam teaches us to have high morals and pure characters. To maintain relation with anyone before marriage is against Islam and against morality. After marriage, husband and wife should live together with love and affection. If love marriage means that after marriage, there should be love between the husband and the wife, then it is appreciable. There is no concept of love before marriage, it is only a different name for moral degeneracy. No person will accept the same for his sister. Before marriage, one may see the girl once.



Marriage with cousin
its taken from
http://www.facebook.com/ard.fatima#!/notes/mohammed-moinuddin/marriage-in-islam/149780531725050


As per the Shariah, marriage with cousins is permissible and allowed. After describing the Mahram relatives (with whom marriage is impermissible) Allah Ta'ala says:



………thus hath Allah ordained (prohibitions) against you: except for these, all others are lawful. Surah Nisa (4:24)



Marriage is permissible with relatives who are not included in the Mahram relatives. Thus, marriage with them is permissible.



Consent of the girl is also necessary for marriage



Islam regards the consent of the girl also as necessary. The consent of an adult and sane girl is also necessary for marriage.



However, if a girl wants to marry someone below her (Gair-Kufu), then the parents can stop her and still if she ends up marrying, then they can get the marriage annulled. Also, if the Mehr (alimony) is less than "Mehr Mithl" (the alimony of her mother/aunt), then the parents/guardian can demand it. They can also demand a separation as given in Fatawa A'alamgiri, Vol. 1, Pg No. 292/293/294.



Demanding dowry in marriage



Translation of Hadith: There is a very lengthy Hadith narrated on the authority of Hadhrat Habshi Bin Janadah As Saluli in which the Holy Prophet (Sallallahu alaihi wa sallam) said: Begging is not permissible for some who is wealthy and someone with a sound body, excepting for someone who is very poor and someone in a very great need. If a person begs to increase wealth, then in Qiyamah, that begging will be on his face in the form of scratches and it will come in the form of an ember, from which that person will eat. Whoever wants to can decrease or increase this punishment for himself.



(Jame' Tirmidhi, Kitab Uz Zakaah, Vol. 1, Pg No. 141, Hadith No: 590)



However, without any demand of any kind, exchanging gifts willingly is allowed. Islam has declared exchange of gifts to be a means of maintaining and increasing love, as the Holy Prophet (Sallallahu alaihi wa sallam) said in Kanz Ul Ummal, Hadith No: 15057). Thus, giving a gift on the occasion of marriage is permissible.



If someone has been a Qadiani before marriage then the marriage itself is not valid and as such, the couple are not husband and wife and should immediately separate. As given in Durre Mukhtaar, Babi Nikahil Kafir and Kanz Ud Daqaaiq, Babi Nikahil Kafir.



Maintaining justice between more than 1 wife



In the Shariah, it is the responsibility of the person who marries more than once to be equally just with both wives. Even in the fulfillment of conjugal rights, this equality has to be maintained. If the husband spends one night with one wife, then he should spend one night with the other also. If 2 nights with one wife, then the same number of nights with the other. If he cannot maintain justice between 2 wives, then on the Day of Judgment, one of his hands will be cut. As given in this Hadith:



Translation of Hadith: It has been narrated on the authority of Hadhrat Abu Hurairah (May Allah be well pleased with him) that the Holy Prophet (Sallallahu alaihi wa sallam) said: If a person who has 2 wives and he does not maintain justice between them, then in Qiyamah, he will come with one of his hands cut.



(Jame' Tirmidhi, Hadith No: 1171)



Marriage with a Non-Muslim



As per the Shariah, marriage with a non-Muslim is forbidden. If the girl accepts Islam sincerely and testifies that Allah (Subhanahu wa Ta’ala) is the One and only Lord and Hadhrat Muhammad (Sallallahu alaihi wa sallam) is His Last Messenger, then marriage with the girl is permissible. For the marriage, it is necessary for 2 sane, grown up Muslims to witness it. If the girl embraces Islam, marriage with her is allowed. Still, you should give importance to the opinion of your parents also. The pleasure of Allah (Subhanahu Wa Ta'ala) lies in the pleasure of parents and your life will become blessed because of it.



Marriage with a Qadiani



If the couple were both Muslims before marriage and after marriage, either of them became a Qadiani, then immediately the marriage is dissolved. As given in Durre Mukhtaar, Babi Nikahil Kafir, Hidayah, Kitab Un Nikah, Babi Nikah Ahle shirk.



The children will be considered to be Muslims after the parent who is a Muslim. As given in Radd Ul Muhtaar, Babi Nikahil Kafir.



If either of the parents becomes Qadiani, then their parentage is not nullified and the children will be considered to be their children only. There are many examples in the era of the Sahabah that in spite of their fathers still being non-Muslim, their parentage was not negated.
I pray you'll be our eyes, and watch us where we go.
And help us to be wise in times when we don't know
Let this be our prayer, when we lose our way
Lead us to a place, guide us with your grace
To a place where we'll be safe

La luce che tu hai
I pray we'll find your light
Nel cuore restera
And hold it in our hearts.
A ricordaci che
When stars go out each night,
L'eterna stella sei

The light you have
I pray well find your light
Will be in the heart
And hold it in our hearts.
To remember us that
When stars go out each night,
You are eternal star nella mia preghiera
Let this be our prayer
Quanta fede che
When shadows fill our day
How much faith there's
Let this be our prayer
In my prayer
When shadows fill our day lead us to a place, guide us with your grace
Give us faith so well be safe sognamo un mondo senza pi violenza
Un mondo di giustizia e di speranza
Ognuno dia la mano al suo vicino
Simbolo di pace, di fratern
We dream a world without violence
A world of justice and faith.
Everyone gives the hand to his neighbours
Symbol of peace, of fraternity la forza che ci
We ask that life be kind
Il desiderio che
And watch us from above
Ognuno trovi amor
We hope each soul will find
Intorno e dentro
Another soul to love
The force his gives us
We ask that life be kind
Is wish that
And watch us from above
Everyone finds love
We hope each soul will find
Around and inside
Another soul to love let this be our prayer
Let this be our prayer, just like every child need to find a place, guide us with your grace
Give us faith so well be safe
Need to find a place, guide us with your grace
Give us faith so well be safe la fede che
Hai acceso in noi,
Sento che ci salv
It's the faith
You light in us
I feel it will save us